Langsung ke konten utama

MAURITANIA



MAKALAH
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM KAWASAN AFRIKA
SEJARAH MAURITANIA


Dosen                     : Dr. H. M. Muslih Idris, Lc., M.A
Disusun Oleh         : Kelompok 6
·         Desi Fitria
·         Neng Riska Hestiani
·         Nurwanti
·         Ubaidillah 
Semester/Kelas      : SKI / IVC

JURUSAN  SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015-201
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, begitu banyak nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada kita akan tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji bagi Allah SWT. Pencipta alam semesta atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Sejarah Mauritania.” Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Muhammad SAW  beserta para keluarga dan sahabatnya.
Apa yang disajikan dalam makalah ini merupakan sejarah Mauritania, meliputi sekilas sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Mauritania, masa kolonial hingga pasca kemerdekaan. Mudah-mudahan makalah ini dapat menjadi manfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi teman-teman Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) pada khususnya. Tak hanya itu, besar harapan penulis agar makalah ini tak hanya dibaca, akan tetapi pembaca juga dapat belajar dari sejarah tersebut. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya demi berkembangnya makalah ini menjadi makalah yang selayaknya karya ilmiah yang dapat menjadi sumber rujukan pembaca.
Akhirnya penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam Kawasan Afrika, M. Muslih Idris yang telah memberikan penulis kesempatan dalam menuangkan hasi penelitiannya melalui karya ilmiah ini. Tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua dan teman-teman seperjuangan yang telah memberikan penulis semangat, hingga  akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. 
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh.


Jakarta,   Mei 2016 

 (Penulis)

i
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masuknya Islam ke  benua Afrika khususnya Mauritania diawali oleh kelompok suku Berber Sanhadja menerobos masuk Sahara Atlantik (Mauritania) dari Utara, yang sedang dikepung orang Arab dan Islam. Menjelang abad ke-11 Islam sudah mulai merembes ke wilayah Sanhadja, dan pada pertengahan abad 11 Abdullah Ibn Yasin (muslim fanatik) berhasil mengislamkan suku Sanhadja di bawah kekuasaan al-moravid (al-Murabitun).
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Mauritania?
2.      Bagaimana sejarah masa kolonial hingga kemerdekaan Mauritnia?
3.      Bagaimana keadaan Mauritania pasca kemerdekaan?
C.     Tujuan
·         Untuk mengetahui sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Mauitania, sejarah masa kolonial hingga kemerdekaan, serta keadaan Mauritania pasca kemerdekaan.
·         Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam Kawasan Afrika yang membahas tentang sejarah Mauritania.












ii
BAB II
DAFTAR ISI
Kata pengantar ............................................................................................................... i
BAB I
Pendahuluan ................................................................................................................. ii
BAB II
Daftar isi ....................................................................................................................... ii
BAB III
Pembahasan  ................................................................................................................. 1
a.       Sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Mauritania..................................... 1
b.      Sejarah masa kolonial hingga kemerdekaan Mauritnia .......................................... 4
c.       Keadaan Mauritania pasca kemerdekaan ............................................................... 7
BAB IV
Kesimpulan ................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................10












ii
BAB III
PEMBAHASAN
Letak Geografis  Mauritania
            Mauritania terletak di Afrika Utara, tepatnya di Gurun Sahara, berbatasan dengan Lautan Atlantik, Sahara Barat, Aljazair, Mali dan Senegal. Mempunyai luas wilayah sekitar 1.030.700 km2, beriklim panas, kering dan berdebu. Negara seluas itu berpenduduk 2.998.563 jiwa (Juli 2004), mayoritas beragama islam, dengan angka pertumbuhan sekitar 2,91%. Angka kelahiran berjumlah 41,79% dan angka kematian 12,74 %.
            Sebagai negara Republik Islam, Mauritania adalah keturunan Arab dan Berber putih, sedang sebagian lainnya merupakan suku-suku kulit hitam: Suku Sarakol, Fullani, dan suku Wolof yang juga terdapat di Sinegal. Warga kulit putih tebagi menjadi kelompok “Hasaniyyah” atau kelompok “Arab”, dan kelompok “Husayniyyah” atau kelompok “Berber”. Suku-suku Berber yang tinggal di negeri ini juga dinamakan suku Zawiyyah.
            Bahasa nasional mereka adalah Arab Hassaniyyah, yaitu bahasa Arab dengan dengan campuran kata-kata Berber. Bahasa Perancis dan bahasa lokal, seperti Pulaar, Soninke dan Wolof juga resmi digunakan.
            Terdapat sejumlah kasta yang berkembang pada masyarakat Mauritania: yakni kasta Nomad, Arab, dan Berber, yang masing-masing mengklaim diri sebagai kelompok bangsawan, sementara kelompok lain yang  tinggal di perkotaan yang terdiri kasta musikus, pengrajin, pencari ikan dan sejumlah kelompok lainnya, masing-masing berada pada tingkatan yang berbeda di tengah masyarakat.[1]
Sekilas sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Mauritania
Lama sebelum Era Kristen, kelompok suku Berber Sanhadja (suku yang mendiami kawasan Mauritania) menerobos masuk Sahara Atlantik (Mauritania) dari Utara. Akhirnya Sahara Atlantik menjadi tempat berlindung suku Berber yang menentang pengaruh Arab dan Islam. Di perkirakan agama Islam telah bersentuhan dengan suku Sanhadja sejak masa sahabat ‘Uqbah bin nafi’ memasuki Afrika Timur[2].


Menjelang abad ke-11 Islam sudah mulai merembes ke wilayah Sanhadja, dan pada pertengahan abad 11 Abdullah Ibn Yasin (muslim fanatik) berhasil mengislamkan suku Sanhadja.
            Mauritania pada abad 11 dan 12 ialah salah satu wilayah kekuasaan Dinasti Murabitun, di antara negara-negara lain yang termasuk dibawah kekuasaan Murabitun ialah Maroko, Spanyol Selatan dan Portugal, Aljazair Barat, dan sebagian Mali. Mauritania salah satu negara Arab yang mayoritas Islam, di mana nama Mauritania sendiri memiliki arti “negeri kaum muslim.[3]
            Mauritania di-islamkan oleh Al-moravids (al-Murabithun), yang berpusat di dekat wilayah tersebut yakni di Atthar sejak tahun 442/15. Banyak warga Mauritania menjalankan thareqat Qadiriyyah, dan Tijaniyyah merupakan thareqat terbesar di wilayah selatan negeri ini.[4] 99% warga Mauritania adalah muslim pengikut mazhab fiqh Maliki.  
            Nama tradisional Mauritania sendiri adalah Bilad al-Bidan (Negeri Orang-Orang Putih), dan di kalangan Afrika Utara negeri ini dikenal dengan nama Shinqit, dari nama sebuah kota suci yang dalam bahasa Perancis disebut Chinguetti. Sekalipun tergolong pemerintahan republikan, wilayah padang pasir ini dikepalai oleh seorang emir. Meskipun pada tahun 1150 H kekaisaran Al-moravid runtuh, tetapi suku Sanhadja telah berhasil mengislamkan orang Afrika Barat Laut.
Perkembangan Islam di Mauritania
            Mauritania dikenal sangat kental sebagai Republik Islam. Islam diterapkan dalam segala faktor kehidupan, baik sosial, politik, budaya maupun ekonomi. Oleh karena itu, Islam di Mauritania tidak perlu diperjuangkan seperti negara-negara Afrika hitam lainnya, namun perlu dikembangkan dengan benar, sesuai al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

            Dalam Konstitusi yang telah diratifikasi pada tanggal 20 Juli 1991 ditegaskan bahwa ‘Mauritania adalah Republik Islam yang tak dapat diubah’. Selanjutnya dalam pasal 5 UUD tersebut dinyatakan bahwa ‘Islam adalah agama penduduk dan negara’. Dengan dua ayat tersebut menunjukkan bahwa Mauritania bukan negara sekuler, dan terjemahan selanjutnya adalah bahwa setiap penduduk Mauritania adalah Muslim, dan pegawai negeri di negara tersebut secara resmi harus beragama Islam.
            Namun, menyusul peristiwa pemboman WTC New York pada tanggal 11 September 2001, pemerintah Mauritania tidak ingin dijadikan sasaran kemarahan Barat, karena semata Mauritania adalah negara Islam. Seluruh kegiatan keagamaan di Mauritania diawas oleh Kementerian Pengembangan dan Kebudayaan Islam. Sehingga pemerintah akan mudah mengontrol, apakah kehidupan keberagamaan di Mauritania masih tetap moderat atau sudah sampai pada tahap ekstrim. Karena perlu diingat, bahwa memang Pemerintah Mauritania mempunyai kedekatan hubungan, baik dengan Amerika Serikat maupun Israel.
Pemerintah Mauritania, yang memang sebagai Negara Islam, tentu tak mau tercemar oleh kegiatan asing, semisal al-Qaedah, yang bisa saja meracuni generasi muda. Saat ini, memang banyak generasi muda Islam di belahan dunia manapun, sangat membenci terhadap ambivalensi politik luar negeri Amerika Serikat, yang dianggap sangat memusuhi Islam, sehingga mereka banyak terjebak pada tindakan teror sebagaimana dilakukan oleh al-Qaedah.             Oleh karena itu, Mauritania sebagai negara Islam, tak ingin dianggap sebagai negara Islam yang suka dengan kekerasan dan memusuhi negara atau agama lain. Bila ini terjadi, tentu akan membahayakan pemerintah Mauritania sendiri. Pernyataan ini disampaikan oleh Perdana Menteri Mauritania, Sheikh Al Avia Ould Mohamed Khounala pada tanggal 18 Mei 2003 yang lalu. Mauritania adalah negara Islam tak terkenal di Afrika Utara, ternyata sangat membanggakan bagi perkembangan Islam di dunia.
Masa Kolonial
Orang-orang Portugis mendirikan pos-pos dagangnya di Mauritania pada abad ke-15. Kemudian menyusul orang Spanyol pada abad ke-16 yang selanjutnya digantikan oleh orang Belanda, Prancis dan Inggris abad ke-17 dan 18. Perjanjian Paris pada 1814 memberikan hak pada Prancis atas pantai Sahara Barat (Mauritania)[5].
            Prancis lebih mudah menguasai Senegal daripada Mauritania, para emir suku Moor menentang pemerintahan Prancis dan melawannya dengan gigih. Menjelang tahun 1899, Prancis kewalahan menghadapi serangan dan pemberontakan suku Moor. Sehingga pemerintahan Prancis mengumumkan maksudnya untuk menyatukan berbagai wilayah yang dihuni oleh suku Moor, dibawah nama Mauritania Barat.
Seluruh Afrika menjadi wilayah jajahan kolonialisme Eropa. Tak ada sejengkal tanahpun yang tak terjajah. Ada berbagai macam bentuk kebuasan kaum kolonial Eropa di Afrika, di antaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, kaum kolonial memonopoli seluruh kekayaan dan perekonomian Afrika. Tak ada sedikit pun yang disisakan untuk penduduk pribumi. Mereka dibiarkan terus kelaparan dan menderita. Kedua, penduduk pribumi tidak hanya dibuat terhalang dari merasakan hasil kekayaan negeri sendiri. Tapi mereka juga dieksploitasi lewat perdagangan budak yang semarak dipraktikan di Afrika.
Dibarengi penistaan dan kezaliman, pada orang-orang dewasa, para perempuan, anak-anak digiring ke pasar-pasar budak. Setibanya di pasar, mereka semua mendapat penghinaan dan permusuhan, utamanya para perempuan. Siapapun yang melawan langsung diancam akan disiksa dan seterusnya. Setelah itu, budak-budak yang sudah terjual dibawa kewilayah lain dan kepulauan Karibia. Mereka disuruh mengolah lahan, sementara hasilnya dinikmati seluruhnya oleh kaum kolonial.
Ketika diangkut dengan menggunakan kapal, ribuan dari mereka harus meregang  nyawa akibat diperlakukan sangat buruk, tidak diberi makan dan tidak diurusi kesehatan mereka. Mereka yang mati kemudian dilempar kelaut, menjadi santapan ikan. Cambuk dan bunuh menjadi cara ampuh untuk memberi pelajaran bagi mereka yang membangkang.
Setibanya mereka sampai kepada tuan-tuan mereka, mereka masih tetap menerima penyikasaan dan penderitaan. Selama masih hidup, mereka terus menderita. Sejumlah peraturan pun dibuat supaya mereka tidak bisa menikmati hak-hak dasar mereka sebagai manusia. Sementara itu, para tuan diberi hak penuh untuk mengeksploitasi budak-budak mereka sekehendak mereka.
Perbudakan adalah salah satu cara kaum penjajah untuk menghapus identitas penduduk Afrika. Politik biadab ini diterapkan kepada seluruh penduduk pribumi, baik muslim maupun nonmuslim. Jumlah budak yang mati dalam perjalanan menuju tempat baru, sudah lebih dari 80 juta orang, sekitar setengah dari jumlah budak selamat sampai tujuan.
Ketiga, kolonialisme mengambil alih seluruh wilayah subur Afrika dan mengusir penduduk pribumi yang ada di sana. Penduduk pribumi yang terusir ini kemudian pergi mengungsi ke wilayah-wlayah Afrika lainnya yang gersang dan tandus. Pada saat bersamaan, kolonialisme juga mendorong warga negeri mereka masing-masing untuk mendiami dan menempati wilayah-wilayah subur tersebut.
Keempat, kolonialisme telah mencabik-cabik benua Afrika dan menghacurkan semua kerajaan kunonya. Lalu mengotak-ngotakkan wilayah dan penduduknya menjadi negara-negara kecil. Sebelum pergi dari Afrika, kolonialisme sudah terlebih dahulu menebar benih-benih fitnah dan perpecahan di sana, serta menyebar banyak orang asing yang bertugas menyulut api pertikaian antar ras. Ini semua dimaksudkan agar Afrika sarat konflik sehingga menjadi sasaran utama senjata kolonial.
Kelima, kolonialisme memakai politik Apartheid. Ras kulit putih diberi kebebasan untuk menikmati kehidupan yang tenang dan sejahtera, sementara penduduk pribumi sebaliknya, mereka dibiarkan hidup miskin. Warga kulit putih hidup dalam kemakmuran dan menempati kedudukan-kedudukan tinggi, sementara warga kulit hitam selalu hidup dalam penderitaan dan dihalangi menduduki posisi-posisi terhormat negeri.
Keenam, saat menyadari takkan bertahan di Afrika, kolonialisme langsung menyerahkan kendali negeri ke tangan orang-orang rekrutannya, sekalipun minoritas di sana. Sebab itu, banyak negeri Afrika yang penduduknya mayoritas muslim justru dipimpin oleh para penguasa nonmuslim.  
Ketujuh, kolonialisme terus berupaya memerangi Islam dan menyebarkan agama Kristen di Afrika. Lembaga-lembaga pendidikan dan rumah-rumah sakit dibangun sebagai sarana utama penyebaran Kristen. Terlepas dari semua upaya ini, keberhasilan yang dicapai kaum misionaris Kristen hanya pada batas minimal dan hanya di lingkup penduduk pagan. Adapun bagi mayoritas penduduk Afrika, kolonialisme menjadi entitas yang sangat dibenci, juga semua hal yang terkait dengannya, termasuk agama Kristen  yang dibawanya.
Kedelapan, kolonialisme Eropa menghancurkan seluruh warisan peradaban dan pemikiran negeri. Akibatnya, hingga kini, Afrika menjadi benua termiskin dan terbelakang di dunia.[6] Adanya ketidak adilan, diskriminasi, serta penjajahan yang menyebabkan penduduk Afrika menderita tentu mereka tak akan tinggal diam.
Perlawanan dimulai semenjak kolonialisme menginjakkan kakinya di tanah Afrika. Perlawanan ini membuat perlakuan kolonialisme menjadi semakin kejam terhadap penduduk pribumi Afrika. Kaum muslim sangat berperan besar dalam perlawanan tersebut, dibantu penduduk pribumi.
Gelegar gerakan perlawanan yang muncul di Asia terdengar sampai ke Afrika, membuat penduduk Afrika tergerak untuk memerdekakan diri. Perang dunia II dan kekalahan sekutu juga berandil besar dalam mengobarkan sejumlah revolusi di Afrika sekaligus mengurangi kekuatan kolonial.[7]
Pasca Kemerdekaan Mauritania
Politik dan ekonomi
Mauritania mendapat pemerintahannya sendiri pada tahun 1958[8]  dan merdeka secara penuh pada 28 November 1960. Menurut konstitusi 1961, Mauritania adalah negara republik dengan kepala negara presiden. Presiden pertama Mauritania yakni Moktar Ould Daddah, ia seorang presiden yang otoriter. Pada masa pemerintahannya, ia menerapkan konstitusi satu partai[9], sehingga dengan mudah ia memenangkan pemilu 1976. Dadah beranggapan bahwa Mauritania tidak sanggup jika menggunakan sistem banyak partai seperti di Eropa. Karena pemerintahannya yang otoriter, ia akhirnya digulingkan dalam suatu kudeta militer pada 10 Juli 1978. Sejak saat itu, Mauritania diperintah oleh militer. Pada 1976 Mauritania mengakuisisi bagian dari Sahara Spanyol (sekarang Barat Sahara) dan pada ahun 1979 Mauritania melepaskan tuntutannya atas Sahara Barat.
Keadaan negara Mauritania semakin semeraut dengan seringnya terjadi kudeta dari pihak militer, tercatat empat kali kudeta berlangsung sejak kemerdekaan hingga tahun 2007. Kudeta kedua terjadi pada tanggal 2 Desember 1984 oleh Letnan Kolonel Maayouia (Muawiyah) Ould Sid (Sayyid) Ahmed Taya (lahir di Atar, selatan Mauritania, pada tahun 1941) melakukan kudeta berdarah tesebut[10]. Ahmed Taya bersikap netral terhadap Polisario (Sahara Barat). Sebaliknya, pada tahun 1989, terjadi perang perbatasan dengan Senegal, dan akibatnya puluhan ribu penduduk asli Afrika (Fulaar/Fulani, Soninke dan Wolof) diusir dari Mauritania. Namun akhirnya, hubungan dengan Senegal membaik kembali. Sedangkan untuk mempererat dengan sesama negara Arab Maghribi, Mauritania membentuk The Union of The Arab Maghreb bersama Maroko (Morocco) Libya, Tunisia dan Aljazair (Algeria). Organisasi bergerak dalam bidang politik dan ekonomi.
Pada tahun 1991-1992, Presiden Ahmed Taya mengadakan reformasi politik, dengan melegalisasi pendirian multipartai dan kebebasan pers. Pada tanggal 18 April 1992, dideklarasikan Republik Kedua Mauritania. Mauritania termasuk pendukung Irak (Saddam Husein) ketika terjadi perang teluk tahun 1991. Akan tetapi, anehnya, pada tahun 1999, Presiden Ahmed Taya menjalin hubungan dengan Israel dan bersekutu dengan Amerika Serikat. Hal ini, sudah barang tentu ditentang oleh negara-negara Arab. Presiden Ahmed Taya, masih mendapat kepercayaan yang cukup besar dari rakyatnya (66% suara) sampai dengan tahun 2009, karena beliau terpilih kembali pada pemilihan presiden tanggal 7 Nopember 2003 yang lalu. Namun dia hanya memerintah sampai tahun 2005 karena terjadi kudeta yang ketiga oleh Kolonel Ely Ould Mohamed Vall. Kolonel Ely Ould Mohamed Vall juga dikudeta pada tahun2007 oleh Jenderal Mohamed Ould Abdel Aziz.
Perekonomian
Sama halnya dengan politik, ekonomi juga mengalami hal yang sama, Mauritania merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Selain faktor politik yang semerawut, hal ini juga diperparah dengan kekeringan dan banjir kerap terjadi, ditambah pula dengan serangan hama belalang ke tanaman para petani.
Mauritania mempunyai mata uang sendiri, yang dikenal dengan nama ‘Ouguiya’, dan berhasil menguasai Sahara Barat (Polisario) selama 4 (empat) tahun (1975-1979). Dan bersahabat dengan para pejuang Polisario. Hal ini berlangsung hingga tahun 1984.
Penduduk Mauritania masih bergantung pada pertanian dan berternak sebagai matapencaharian. Untuk menunjang perekonomian, pemerintah Mauritania secara ekstensif menggali sumberdaya alam yakni biji besi[11] yang memiliki total ekspor sebanyak 40%.
 Pada Febuari tahun 2000, Mauritania dikategorikan sebagai negara miskin terhutang paling berat. Pada tahun 2001, Mauritania mendapat bantuan dari consultative group. Pada tahun 2001 ini pula eksplorasi minyak mulai digalakkan.
Angka pertumbuhan ekonomi rata-rata 4,5%, dan angka inflasi sebesar 7%. Sementara angkatan kerja diserap oleh pertanian sebanyak 50%, jasa 40% dan industri sebanyak 10%. Produk pertaniannya adalah gandum, jagung, kurma, hasil peternakan dan beras. Sedangkan hasil tambang berkisar pada petroleum, emas, biji besi, tembaga, gips. Hasil industrinya hanya berkisar biji besi, perikanan dan gips.
Angka ekspor sebesar US 541 juta, dan impor sebesar 860 juta. Komoditi eksfor adalah biji besi, produk perikanan, dan emas. Patner ekspornya adalah Italia, Prancis, Jerman, Spanyol, Belgia, dan Jepang. Sedangkan komoditi impor ialah mesin dan peralatan, produk perminyakan, dan bahan makanan. Patner impornya yakni Cina, Prancis, Belgia, Spanyol, dan Jerman. Mata uang mauritania yaitu ouguiyas 1 US = 271,24 MRO.
Untuk memperoleh devisa negara yang cukup besar, Mauritania mengembangkan dunia turis dengan memanfaatkan keunikan antara lautan Atlantik yang luas dengan gurun Sahara yang gersang. Keberadaan 259 spesies burung di pantai Mauritania menjadi daya tarik para peneliti, disamping suku nomadic yang unik.





                                                                    

                                                                     BAB IV
KESIMPULAN
Masuknya Islam ke Mauritania dilatar belakangi oleh mengungungsinya suku Berber Sanhaja ke Mauritania. Ketika itu ia dikejar oleh orang Arab dan Islam untuk mengislamkan mereka, namun mereka menolak dan memilih untuk kabur meninggalkan ajakan orang-oarang Arab. Abad ke 11-12 Islam mulai merambah ke Mauritania, lalu terus berkembang dibawah kekuasaan Murabitun.
Sekitar abad 20 Eropa masuk, dan dimulailah masa kolonial. Penduduk pribumi Mauritania sangat menderita saat itu, mereka dijadikan budak, terus bekerja tanpa difasilitasi jaminan kesehatan. Dengan keadaan seperti itu, Mauritania tentu tak tinggal diam dan mendapat pemerintahan sendiri pada tahun 1958. Meskipun begitu mereka terus berjuang hingga akhirnya mereka benar-benar merdeka pada 1960.
Pasca kemerdekaan, keadaan negara Mauritania tidak terlalu membaik. Bahkan bisa dikatakan buruk. Kudeta yang selalu terjadi serta mendapat peringkat negara terutang terbanyak bukanlah prestasi yang membanggakan. Sampai sekarang, negara yang menyatakan sebagai negara Islam tersebut belum menemukan posisi aman sebagai sebuah negara dan mereka terus berjuang.










DAFTAR PUSTAKA                     
A. Ibrahim Qasim, Saleh Muhammad, Buku Pintar Sejarah Islam Jejak langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, Jakarta: Zaman, 2014
Glasse, Cyril, Ensiklopedi Islam (ringkas), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999
Syafi’i Antonio Muhammad dan Tim ZAKIA, Enslikopedia Peradaban Islam Andalusia, Jakarta: Tim ZAKIA, 2012
Jawhari, Yasir, al-Afriqiyah al-Islamiyah, Iskandaria, Mesir : Darul Ma’ruf, 1980
Lapidus, Ira. M., Sejarah Sosial Ummat Islam (bagian Tiga), Jakarta : Rajawali Pers, 1999
Soares, Benjamin F. dan Otayek, Rene, Islam and Muslim Politik in Afrika, Palgrave Macmillan, USA 2007














[1] Glasse, Cyril, Ensiklopedi Islam (ringkas), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999. Hlm. 265.
[2] Yasir jawhari, al-Afriqiyah al-Islamiyah, Iskandaria, Mesir : Darul Ma’ruf, 1980. Hlm. 306
[3] Syafi’i Antonio Muhammad dan Tim ZAKIA, Enslikopedia Peradaban Islam Andalusia, Jakarta: Tim ZAKIA, 2012. Hlm. 120.
[4] Glasse, Cyril, op.cit.

[5] Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (bagian Tiga), (Rajawali Pers, Jakarta 1999), hlm. 438
[6] A. Ibrahim Qasim, Saleh Muhammad, Buku Pintar Sejarah Islam Jejak langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, Jakarta: Zaman, 2014. Hlm. 1102-1104.
[7] Ibid hlm. 1105
[8] Yasir jawhari, al-Afriqiyah al-Islamiyah, OP,. Cit, hlm. 306
[9] Kebijakan ini mempunyai dampak positif dan negatif bagi negara Mauritania, dampak positifnya adalah terciptanya sebuah kesatuan dari suku-suku yang sebelumnya bertentangan, kesatuan juga di dapati dalam hal perekonomian. Namun kebijakan satu partai tersebut berdampak negatif, karena menimbulkan kepada kelompok oposisi. Terbukti tidak beberapa lama setelah kebijakan ini diterapkan Dadah langsung dikudeta oleh pihak militer. Lihat Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (bagian Tiga), (Rajawali Pers, Jakarta 1999), hlm. 440
[10] Benjamin F. Soares dan Rene Otayek, Islam and Muslim Politik in Afrika, Palgrave Macmillan, USA 2007, hlm. 40
[11] Yasir jawhari, al-Afriqiyah al-Islamiyah, OP,. Cit, hlm. 309

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku: Aswaja Politisi Nahdatul Ulama

Aswaja Politisi Nahdatul Ulama Oleh: Desi Fitria Judul Buku Aswaja Politisi Nahdatul Ulama Pengarang Abdul Halim Penerbit LP3S Tahun   Terbit 2014 Tempat Terbit Jakarta Cetakan 1 (Pertama) Jumlah Halaman 362 ISBN 978-602-7984-04-2 Batas Kanan 2 cm Batas Kiri 1 cm Batas Atas 1 cm Batas Bawah 1 cm Tebal 2 ,5 cm Font 12 Jenis Huruf Times New Roman Para elite Nahdatul Ulama (NU) di empat partai politik Islam: PPP, PKB, PKNU, dan PKS, menggunakan pemahaman ahlus sunah wal jamaah ( Aswaja ) sebagai landasan pemahaman. Adapun landasan pemahaman tersebut terbagi menjadi lima aspek. Pertama, ideologi politik, kepemimpinan dan demokrasi, kesetaraan antar warga, formalisasi syari’at Islam, dan kebij
Tupperware Indonesia Akan Donasikan Rp.100jt untuk Penyediaan Alat Deteksi Dini Kanker Payudara. Dr. Petsy Saat Memaparkan Materi Breast Cancer di Southskywalk Pondok Indah Mall, Sabtu, (20/10). Tupperware Indonesia akan mendonasikan Rp.100jt dari hasil penjualan produk Ichigo Complete Set untuk menyediakan alat deteksi dini kanker payudara. Produk Ichigo Complete Set terdiri dari sepuluh kotak, di antaranya dua pink Ichigo Large dengan ukuran 1,75L/20,5 x 20,5 x 6,4 cm, dua pink Ichigo Medium dengan ukuran 960ml/16,7 x 16,7 x  5,5 cm, dua Ichigo Round dengan ukuran 520ml/ d:15cm, t: 4,6cm, dan empat Petite Ichigo dengan ukuran 200ml/ 10 x 10 x 3,5 cm. Jadi, dengan membeli produk Ichigo Complete Set seharga Rp.600.000 Anda sudah ikut berpartisipasi dalam mewujudkan penyediaan alat deteksi dini kanker payudara. Tidak sendirian, Tupperware Indonesia bekerjasama dengan Lovepink, organisasi yang fokus pada kesadaran kanker payudara. Kehadiran komunitas ini tidak hanya mendamp